Konsep Teologi Penciptaan Menurut Kitab Suci Perjanjian Lama dalam ajaaran Katolik




Prolog
Konsep “Penciptaan” dalam teologi menyangkut hakikat dan dampak-dampaknya dari kenyataan bahwa Allah adalah pencipta. Allah adalah pencipta, yang ada sebelum dan di atas ciptaan-Nya; kepada-Nyalah bergantung semua ciptaan dan kepada-Nya semua ciptaan akan bertanggung jawab. Kejadian 1 mempergunakan kata Ibrani bara ‘menciptakan’, suatu kata Perjanjian Lama yang hanya dipakai untuk menciptakan. Kata ini menggambarkan pekerjaan yang tidak ada kesamaannya dengan pekerjaan manusia dan tidak dapat diterjemahkan dengan istilah seperti ‘membuat’ atau ‘membangun’. Hanya Allah yang menciptakan dunai (Kosmologi-Teologi) dan manusia (Antropologi-Teologi). Pemakaian kata bara sebanyak tiga kali dan adanya perbedaan gaya sastra yang tajam dalam ayat ini, menandakan bahwa inilah puncak yang hendak dituju oleh pasal ini dan yang menjadi pokok penting uraian dalam makalah ini.
Paham ‘penciptaan’ dalam Kitab Suci Perjanjian Lama ditempatkan dalam menjelaskan cerita awal mula tentang dunia dan manusia. Penciptaan adalah cerita yang dimuat dalam Kitab Suci mengenai asal-usul alam semesta dan manusia. Bangsa Israel mengakui bahwa Allah-lah yang mengerjakan mujizat penciptaan dunia. Berbeda dengan sejumlah mitos dari Babel dan dari Mesir dan di luar dari bangsa itu yang terarah kepada kosmologi. Maka kisah penciptaan dalam dalam mitos itu lebih menyangkut sejarah, dalam hal ini ‘sejarah purba’ karena didevaluasi menjadi ciptaan yang tidak berdaya apa pun di hadapan Allah. Kisah Israel mengenai penciptaan itu terdapat dalam dua tradisi, yakni tradisi Yahwista (J) dan tradisi Priester (P). Kisah Penciptaan menurut tradisi Imam/priester (P) terdapat dalam Kejadian 1:1, 2:4a dan Kisah Penciptaan menurut tradisi Yahwista (Y) terdapat dalam Kejadian 2:4b-25.
Untuk menyusun kisahnya para penulis Kej 1-11 memanfatkan cerita-cerita yang mula-mula berasal dari bangsa-bangsa lain. Sebab, banyak bangsa, juga bangsa di kawasan Timur Tengah, Mesir (Mesopotamia) dan Babel, mempunyai cerita awal mula dunia dan hal-ihwal umat manusia. Maka tidak mengherankan bahwa di kalangan bangsa Israel pun beredar cerita-cerita yang sangat serupa dengan bangsa-bangsa lain. Walaupun cerita-cerita itu sangat serupa tetapi dalam Kitab Kejadian lebih merupakan keyakinan iman bahwa Allah sudah menciptakan dari awal segala sesuatu yang bisa menjamin bagi manusia kehidupan penuh. Makalah ini akan dibahas berdasarkan tinjauan ‘biblis’ untuk lebih mendalami tentang ‘konsep penciptaan’ yang termuat dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, yang diterima sebagai kebenaran objektif yang tak terbantahkan. Pembahasan dalam makalah ini sebagai berikut: Petama, pengertian (Pendefinisian Istilah dan Pengertian Umum) ‘konsep penciptaan’. Kedua, tradisi yang mendukung ‘konsep penciptaan’. Ketiga, perbandingan ‘konsep penciptaan’ dalam Kitab Kejadian dengan mitologi Timur Tengah (Mesir dan Babel). Keempat, Konsep Penciptaan sebagai kebenaran Iman Umat Israel dan Umat Kristiani. Dan daripadanya akan ditarik suatu Epilog (kesimpulan).
1.    Pengertian Konsep Penciptaan

a.    Pendefinisian Istilah
Ada beberapa istilah yang dipakai dalam Kitab Suci Perjanjian Lama untuk menunjukkan bahwa “manusia” dan “dunia” dijadikannya oleh Allah (YHWH). Istilah qanah (memperoleh, mendapatkan, bagi dirinya, mendasari) yasar (membuat: dari tanah seperti tukang periuk, membentuk, menenun), dan paling sering asah (membuat, menjadikan, menciptakan), akhirnya: dengan arti yang semata-mata teologis; bara, istilah teknis dari bahasa iman yang berarti ‘menciptakan’ (kembali), suatu kata dalam Perjanjian Lama yang hanya dipakai untuk Allah saja, hanya Allah yang menciptakan. Septuaginta menterjemahkan yasar dengan plassein dan asah dengan poiein.[1] Penciptaan oleh firman Allah ini nyata juga dalam kata kerja bara, menciptakan.[2] Keunikan bara ditonjolkannya dengan tegas penggunaan istilah ktizein (ktizo) sebagai frase yang menunjukkan kegiatan berbudi dan berkehendak,[3] sedangkan istilah yang dianjurkan oleh alam pikiran Yunani, yakni demiourgein justru dijauhkan dari pembicaraannya tentang Allah karena istilah ini terlalu dikaitkan dengan perbuatan yang bersifat kerja-tangan, teknis, bergantung dari materi. Kata ‘penciptaan’ menunjukkan semata-mata kegiatan ilahi dari ‘memulai’, ‘membentuk’, dan ‘membentuk baru’ (Kej 1; Yes 43:1; 45:7), seperti apa yang diakibatkan dari kegiatan. Penciptaan secara mutlak dihubungkan dengan keinginan manusia untuk memahami dan mempertanyakan keberadaan mereka: dari mana mereka berasal, ke mana mereka akan pergi, dan untuk apa,[4] mereka hidup. Dengan demikian yang ditekankan ialah keutuhan dan keteraturan dunia yang diciptakan oleh Allah.
b.    Pengertian Umum Konsep Penciptaan
Pencipta (an) Kitab Kejadian (bab 1) mempergunakan kata Ibrani bara ‘menciptakan’, suatu kata dalam Perjanjian Lama yang hanya dipakai untuk Allah saja, pasal ini melukiskan jenis pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh Allah saja, hanya Allah yang menciptakan. Sedangkan (bab 2) juga menggambarkan penciptaan, tetapi dengan gaya yang sangat berbeda dengan (bab 1). Bab 2 – 3 mengisahkan sebuah serita dengan gambaran yang indah berupa lambang dan perumpamaan untuk mengemukakan kebenaran teologis. Akhirnya, puncak tertinggi dari penciptaan ini adalah manusia.[5] Penciptaan ialah suatu ciptaan bukan dari yang telah ada lebih dahulu. Kata kerja Ibrani bara, ‘membuat’, ‘menciptakan’, kata ini tidak pernah digunakan, tetapi di empat puluh tujuh kutipan lain dari kata ini termuat, senantiasa dan semata-mata memberitahukan aktivitas ilahi.
Kata penciptaan adalah terjemahan dari suatu kata kerja Ibrani bara yang selalu dikenakan hanya pada Allah sebagai subjek yang melakukan aktivitas. Kata ini paling banyak dan kerap kali mulai dengan penciptaan dunia (Kej 1:1-3) dan manusia (Kej 1:27:5).[6] Dalam penjelasan lain ‘penciptaan’ (creation), adalah tindakan Allah yang dilakukan dalam kebebasan sempurna, membuat ada dari ketiadaan dan terus-menerus menjaga semua yang ada tetap ada. Kitab Suci lebih mementingkan akhir karya penciptaan dunia, yang diciptakan demi kemuliaan Allah dari pada awalnya.[7] Kitab Kejadian, mulai dengan perkataan “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi”, kemudian menjelaskan cara Tuhan menyelesaikan karya-karya-Nya dalam waktu 6 (enam) hari. Di dalamnya ditonjolkan: - Tuhanlah pencipta segala sesuatu tanpa pengecualian – Tuhan sendiri tidak berasal dari semacam khas abadi – bahwa tidak ada sesuatu apapun dapat ada tanpa Tuhan.[8]
2.    Tradisi Yang Mendukung Konsep Penciptaan
Kitab Kejadian terbagi menjadi dua bagian besar: pertama, yaitu bab 1-11 berceritera tentang awal terjadinya dunia dan menyangkut seluruh umat manusia. Kedua, bab 12-50 berceritera mengenai nenek moyang bangsa Israel.[9] Allah adalah pencipta, yang ada sebelum dan di atas ciptaan-Nya; kepada-Nyalah bergantung semua ciptaan dan kepada-Nya semua ciptaan akan bertanggung jawab.[10] Kitab kejadian, bab 1 dan 2, yang menyatukan dua tradisi, yaitu Tradisi Priester/Imam: Kej 1:1-2:4a dan Tradisi Yahwista: Kej 2:4-25. Arti teologi tentang ‘dari mana’ dan ‘untuk apa’ semuanya yang ada itu diciptakan, harus digali dari apa yang mau diajarkan melalui jenis sastra ceritera tersebut.[11] Kedua sumber ini memberi penjelasannya berbeda dan ditulis pada kurun waktu yang berbeda pula, karena itu dalam perjalanan waktu keuda tradisi ini digabungkan oleh redaktur. Kedua sumber inilah yang mendukung konsep tentang penciptaan alam semesta dan asal usul manusia yang termuat dalam Kitab Suci Perjanjian Lama. Ciri corak dari kedua sumber tersebut secara singkat dapat dilihat dalam penjelasannya di bawah ini.
Sumber Priester/Imam (P) mengunakan sebutan “Elohim” untuk Allah sampai zaman Musa (Kel 6). Walaupun Karya tradisi P yang sebenarnya di duga berasal dari masa Pembuangan Babel (tahun 550 SM), sumber-sumber yang dipergunakan oleh penulis ini berasal dari masa jauh sebelumnya. Menurut para ahli Kitab Suci, kisah penciptaan (Kej 1:1-2:4a) ini berasal dari kalangan para Imam. Ia lebih abstrak dan teologis dari pada kisah berikutnya, Kej 1:4b-25. Teologi sumber priester memberi perhatian pada ibadat di bait Allah, hukum kekudusan dan perjanjian Allah yang kekal (Kej 1:17; Kel 14). Pengarang kisah pertama ini bermaksud mengelompokkan semua makhluk dengan cara yang ditinjau dari segi logika dapat memuaskan dan yang mencakup segala sesuatu yang dijadikan Allah.[12] Penulis Priester melestarikan ciri transendensi Allah dengan menghindari penggambaran Allah secara manusiawi. Sumber Priester Kej 1:1-2:4a lebih pada pengakuan akan satu-satunya Allah yang menciptakan-Nya unik dan tak terbandingkan. Awal mula mutlak ditentukan-Nya melalui Firman-Nya. Pembicaraan-Nya berupa perintah.
Sumber Yahwista (Y) (Kej 2:4b-25) sumber ini menyebut Allah dengan nama “Yahwe” sejak awal dan bukan sejak pewahyuan nama itu kepada Musa (Kel 3:14-15). Sumber Yahwista adalah sumber yang tertua, berasal dari abad X SM, zaman Raja Daud (thn 1010) dan Raja Salomo (abad ke-10). Penggambaran Tuhan secara manusiawi dalam tradisi Yahwista memberi ciri yang amat pribadi tentang Allah. Allah terlibat secara aktif dalam sejarah manusia, khususnya sejarah umat Israel.[13] Yahwista (Kej 2:4b-4:26) berasal dari zaman raja-raja sekitar (tahun 1000-900 SM) dan dari suatu masyarakat yang terancam oleh bermacam-macam kekerasan. Tradisi ini menandaskan gambaran seorang Pencipta yang bersifat Penebus, dan cirinya ini tetap tinggal normatif bagi gambaran Kristiani tentang Allah.[14] Sering dikatakan bahwa disajikan “kisah penciptaan yang kedua”.[15] Sumber ini berisi sintesi teologi dan hukum yang kuno dari agama Yahwisme.
3.    Perbandingan Konsep Penciptaan Dengan Mitologi Timur Tengah (Mesir Dan Babel)
Perbandingan antara cerita Alkitab tentang penciptaan dengan cerita Babel memang memberikan sejumlah kesejajaran, namun hubungan lahiriah antara kedua cerita itu tidak jelas.[16] Cerita dalam Kitab Suci membantu karena memberi gambaran tentang pentingnya penyelenggarahan ilahi pada penulis Kitab Kejadian. Berbeda dengan mitos-mitos yang hanya diteriman apa adanya. Mitologi adalah ilmu tentang pengalaman batin dan ibadatnya yang terumus dalam dongeng. Kej 1-11 merupakan cerminan misteri kehidupan yang dirumuskan dalam mitos. Kisah-kisah dalam Kej 1:11 itu dipandang sebagai mitos dan bukan sebagai historis karena jauhnya zaman yang diuraikan dan terlebih karena kesejajaran dengan pustaka mitologis dunia Timur Dekat Kuno.[17] Perbedaan konsep dapat diperdebatkan, antara lain adalah konsep penciptaan dan ceritra kuno, yakni perbedaan penggunaan pola yang sama dan pokok pemikiran yang sama diantara kisah penciptaan dalam Kitab Suci dengan mitologi Yunani.[18] Dapat dikatakan juga bahwa pemahaman orang Israel atas penciptaan itu secara alamiah memperlihatkan dengan suatu kultur mereka. Keyakinan dan doktrin mereka (Israel) atas penciptaan, bagaimana pun jauh transendensi Allah dan juga apa pun konsep dari relasi-Nya ke kosmos amat dipegang teguh sebagai suatu kebenaran ilahi.[19]
Kisah penciptaan dalam Kejadian (tradisi P dan tradisi Y) dan mitos Babel (kisah Enuma Ellis dan kisah yang berasal dari Mesopotamia) dapat diberi perbedaan dan persamaannya sebagai berikut:

        Kej 1:1-2:4a (Priester)                                     Enuma Ellis (lih. ANET 66-69)
        roh ilahi menciptakan lewa                               roh ilahi dan hal kosmos
       firman; segalanya tergantung                             menyatu sebagai anasir
       dari padanya                                                       abadi
       bumi sepi kelam mendalam                                khaos: perang dewa-dewi
       (=tehum)                                                             Tiamat
       hari 1 terang diciptakan                                      terang muncul dari dewata
              2 langit bak tempurung                                cakrawala diciptakan
              3 bumi kering                                               bumi kering
              4 penerang di langit                                      penerang di langit
6        manusia diciptakan                                 manusia
7        sabat – berkat                                         dewata bersukaria

Kej 2:4b-25 (Yahwista) dan kisah yang berasal dari Mesopotamia. Kalau tradisi Priester bergerak dari jagad raya dan memuncak pada penciptaan manusia maka tradisi Yahwista mulai dengan kisah penciptaan manusia, dan bagaimana Allah mengatur alam semesta di sekita manusia. Banyak unsur dari kisah ini berasal dari ceritera rakyat. Pohon kehidupan baik buruk adalah kisah Babel; taman indah adalah kisah dari Samaria. Aliran sungai Efrat dan Tigris yang menyuburkan adalah kisah Babel. Ada juga yang menarik dalam kisah bahwa kebijaksanaan manusia tidak mempunyai parallel dalam kisah-kisah tersebut. Kemungkin lain karena kisah ini berasal dari Mesopotamia.[20]

4.    Konsep Penciptaan Sebagai Kebenaran Iman Umat Israel Dan Umat Kristiani.
Dalam Kitab Suci terungkaplah keyakinan iman bahwa segala sesuatu – sejauh baik dan benar sifatnya – berasal dari Allah. Allah menciptakan langit dan bumi creation ex nihilo, yang dimaksud dengan “langit dan bumi” adalah segala sesuatu (Why 21:1). Kesaksian Alkitab dalam Kej 1 dan 2 itu dimaksudkan sebagai semacam “prakata” dari sejarah perjanjian, yaitu sejarah yang memuat cerita tentang tindakan Allah dengan Israel.[21] Allah selaku pencipta langit dan bumi. Allah pertama-pertama sebagai pencipta langit dan bumi, dan hanya Allah yang adalah sebagai perjanjian dan sejarah keselamatan dan sebagai Bapa yang maha kuasa.[22]
Penciptaan dalam Kitab Suci sebagaimana ada sekarang, mulai dengan kisah penciptaan: “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi” (Kej 1:1). Tetapi Kitab Suci tidak sekali jadi. Bagian-bagian awal malah ditulis lebih kemudian. Pengalaman iman umat Israel tidak mulai dengan penciptaan atau kemakhluman, melainkan dengan panggilan Abraham. Dan kisah penciptaan merupakan refleksi atas misteri mansuia yang dikasihi oleh Allah. Allah menciptakan dunia, khususnya manusia, untuk memulai sejarah penyelamatannya. Penciptaan adalah awal penyelamatan. Hanya Allah yang menciptakan, menyelamatkan dari maut, sebagaimana hanya Allah yang menyelamatkan.[23] “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi” (Kej 1:1). Kitab Suci di membuka dengan kata-kata meriah ini. Pengakuan iman mengambil kata-kata ini, dengan mengakui Allah, Bapa yang mahakuasa itu, sebagai “pencipta langit dan bumi” yang menciptakan “segala sesuatu yang kelihatan dan tidak kelihatan.”[24] Allah diyakini sebagai pencipta tunggal. Allah pencipta: umumnya semua yang percaya kepada Allah melihat-Nya sebagai sumber segala sesuatu yang baik di alam ini. Maka Ia disebut pencipta. Jelas orang Kristen percaya akan Allah sebagai pencipta.[25] Bagi orang beriman Kristiani, sang pencipta adalah Yang – Mahaesa dan dengan perantaraan Sabda-Nya semua diciptakan.
Teologi segala masa berpegang teguh, bahwa segala sesuatu diciptakan Allah dan dengan demikian menolak segala bentuk pandangan yang bertentangan tentang paham penciptaan. Terutama mitologi Timur Tengah (Babel dan Mesir). Walaupun secara gamblang memberi keterangan perbedaan dan persamaan, namun kisah penciptaan yang termuat dalam Kitab Kejadian adalah kisah kebenaran obyektif yang tidak dapat dibantah lagi. Semua pada dasarnya diciptakan baik (Kej 1:4, 10, 12, 18, 21, 25, 31). Ringkasan akhir (ayat 31). Dengan menciptakan dunia, Allah sejak semula memaksudkan keselamatan manuisa. Puncak ciptaan adalah manusia yang dipanggil Tuhan untuk menjawab cinta ilahi kepadanya (Kej 1:26-28). Semakin manusia mengikut-sertakan seluruh eksistensinya dan dunianya itu sebagai jawaban pribadinya, maka semakin besarlah kemuliaan Allah, Sang Pencipta. Iman dan teologi tidak mengutamakan keterangan tentang awal mula alam semesta. Bagi orang beriman, yang penting adalah bahwa Allah menciptakan alam semesta secara bebas untuk memungkinkan hubungan kasih antara Allah sebagai Sang Pencipta dan makhluk-makhluk ciptaan-Nya.[26]
Epilog
Ada banyak istilah digunakan untuk menjelaskan ‘konsep penciptaan’. Penciptaan ialah suatu ciptaan bukan dari yang telah ada lebih dahulu. Kata kerja Ibrani ‘bara’  ditempatkan untuk menjelaskan perbuatan ilahi yakni membuat atau menciptakan. Kisah penciptaan yang termuat dalam Kitab Suci didukung oleh dua tradisi yakni tradisi Priester (P) dan Tradisi Yahwista (J). Kedua tradisi ini masing-masing menggambarkan penciptaan alam semesta dan manusia. Di lain pihak tradisi itu mendapatkan argumentasi dari beberapa kisah yang ada di Timur Tengah kuno. Walaupun kisah-kisah itu disebut sebagai mitos yang mengandung unsur batiniah. Kisah dalam Kitab Suci ialah sebagai pengalaman iman umat Israel dan umat manusia seluruhnya. Oleh karena itu mengandung unsur kebenaran yang tidak bisa dibantah. Umat Israel dan umat kristiani mengakui bahwa hanya ada satu Allah sejak semula, Dia-lah yang menciptakan alam semesta dan manusia dari kebaikan dan


[1]Dr. Nico Syukur Dister, OFM, Teologi Sistematika 2, (Yogyakarta: Kanisius. 2004), hal. 42.
[2] Dr. Harun Hadiwijono dkk (Penterjemah), Tafsir Alkitab Masa Kini 1 Kejadian-Ester, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih. 1976), hal. 47. Judul Asli: the new BibleCommentary- revised (Inter-Varsity Press. 1976)
[3] Xavier Leon – Dufour, Ensiklopedi Perjanjian Baru, (Yogyakarta: Kanisius. 1990), hal. 192. Kata Penciptaan dalam bahasa Yunani ktisis (dari ktizo: mendirikan, mengadakan, membangun, menciptakan) dalam bahasa Ibrani bara.
[4] Wolfgang Beinert and Francis Schussler Fiorenza (Edt), Handbook of Cahtolic Theology, (New York: The Crossroad Publishing Company. 1995), hal. 133.
[5] Adolf Heuken SJ, Ensiklopedi Gereja, (Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka. 2005), hal. 165-166.
[6]John E. Steinmueller, S.T.D., S.S. ScRL & Cathryn Sullivan, R.S.C.J., Ph. D. Catholic Biblical Encyclopedia Old Testament, (New York City: Printed in the United States of America. 1956), hal. 244-245.
[7]Gerald O’Collins, SJ & Edward G. Farrugian, SJ, Kamus Teologi, (Yogyakarta: Kanisius. 1996), hal. 240.
[8]Prof. Dr. P. Janssen CM, Teologi, (Institusi Pastoral Indonesia Malang. 1993), hal. 64.
[9]Lih. Pengantar Kitab Suci Perjanjian Lama I ([LAI-LBI]), (Percetakan Arnoldus: Ende. 1975), hal. 15.
[10]Houston, J. M. 1980, I Believe in the Creator, (Grand Rapids), hal, 220.
[11]Adolf Heuken SJ, Op. Cit. hal.166.
[12]Lih. Catatan Kaki Kitab Suci Katolik ([LAI-LBI], Percetakan Arnoldus: Ende. 2008), hal. 26.
[13]Dianne Bergant, CSA & Robert J. Karis, OFM, Tafsir Alkitab Perjanjian Lama (Yogyakarta: Kanisius. 2002), hal. 32.
[14]Dr. Nico Syukur Dister, OFM, Op. Cit, hal. 43-44.
[15]Lih. Catatan kaki Kitab Suci Perjanjian Lama I, Op. Cit. hal. 29.
[16]Dr. R. Soedarmo dkk (Tim Penerjema), Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid 1 A-L, (DKI Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih.2013), hal. 214. Judul Asli: The New Bible Dictionary (Inter-Vatsity Press. 1988).
[17]Surip Stansilaus OFM CAP, Harmoni Kehidupan, (Yogyakarta: Kanisius. 2008), hal. 14.
[18]Joseph Blenkinsopp, The Pentateuch: An Introduction To The First Five Books Of The Bible, (United States of America. 1992), hal. 56.
[19]Patrick A. O’Boyle. D.D New Catholic Encyclopedia Volume IV, (The Catholic University, Washington, D.C, 1967), hal. 96.
[20] St. Darmawijaya Pr. Pentateuk atau Taurat Musa LBI, (Yogyakarta: Kanisius. 1992), hal. 31-32.
[21] Dr. Nico Syukur Dister OFM. Pengantar Teologi, (Yogyakarta: Kanisius. 1991), hal, 42.
[22] Piet Schoonenberg, S.J. Convenant and Creation, (University Of Notre Dame Press. 1969), hal. 54.
[23]Draf Pertama, IMAN KATOLIK, Buku Pegangan Lengkap Sederhana, (Komisi Kateketik KWI September. 1994), hal. 115.
[24] Katekismus Gereja Katolik (KGK) Pasal 4: Allah Pencipta no 279 (Arnoldus: Ende. 1995), hal. 104.
[25]Buku Iman Katolik, Konferensi Waligereja Indonesia, (Yogyakarta: Kanisius. 1996), BAGIAN KEDUA ALLAH DAN AGAMA: Poin III Allah Pencipta.
[26]A. Heuken SJ, Op. Cit, hal. 166.

Newest Post:
Newer Post