Prolog
Konsep “Penciptaan” dalam teologi
menyangkut hakikat dan dampak-dampaknya dari kenyataan bahwa Allah adalah
pencipta. Allah adalah pencipta, yang ada sebelum dan di atas ciptaan-Nya;
kepada-Nyalah bergantung semua ciptaan dan kepada-Nya semua ciptaan akan bertanggung
jawab. Kejadian 1 mempergunakan kata Ibrani bara
‘menciptakan’, suatu kata Perjanjian Lama yang hanya dipakai untuk
menciptakan. Kata ini menggambarkan pekerjaan yang tidak ada kesamaannya dengan
pekerjaan manusia dan tidak dapat diterjemahkan dengan istilah seperti
‘membuat’ atau ‘membangun’. Hanya Allah yang menciptakan dunai
(Kosmologi-Teologi) dan manusia (Antropologi-Teologi). Pemakaian kata bara sebanyak tiga kali dan adanya
perbedaan gaya sastra yang tajam dalam ayat ini, menandakan bahwa inilah puncak
yang hendak dituju oleh pasal ini dan yang menjadi pokok penting uraian dalam
makalah ini.
Paham ‘penciptaan’ dalam Kitab Suci
Perjanjian Lama ditempatkan dalam menjelaskan cerita awal mula tentang dunia
dan manusia. Penciptaan adalah cerita yang dimuat dalam Kitab Suci mengenai
asal-usul alam semesta dan manusia. Bangsa Israel mengakui bahwa Allah-lah yang
mengerjakan mujizat penciptaan dunia. Berbeda dengan sejumlah mitos dari Babel
dan dari Mesir dan di luar dari bangsa itu yang terarah kepada kosmologi. Maka
kisah penciptaan dalam dalam mitos itu lebih menyangkut sejarah, dalam hal ini
‘sejarah purba’ karena didevaluasi menjadi ciptaan yang tidak berdaya apa pun
di hadapan Allah. Kisah Israel mengenai penciptaan itu terdapat dalam dua tradisi,
yakni tradisi Yahwista (J) dan tradisi Priester (P). Kisah Penciptaan menurut
tradisi Imam/priester (P) terdapat
dalam Kejadian 1:1, 2:4a dan Kisah Penciptaan menurut tradisi Yahwista (Y) terdapat dalam Kejadian
2:4b-25.
Untuk menyusun kisahnya para penulis Kej
1-11 memanfatkan cerita-cerita yang mula-mula berasal dari bangsa-bangsa lain.
Sebab, banyak bangsa, juga bangsa di kawasan Timur Tengah, Mesir (Mesopotamia)
dan Babel, mempunyai cerita awal mula dunia dan hal-ihwal umat manusia. Maka
tidak mengherankan bahwa di kalangan bangsa Israel pun beredar cerita-cerita
yang sangat serupa dengan bangsa-bangsa lain. Walaupun cerita-cerita itu sangat
serupa tetapi dalam Kitab Kejadian lebih merupakan keyakinan iman bahwa Allah
sudah menciptakan dari awal segala sesuatu yang bisa menjamin bagi manusia
kehidupan penuh. Makalah ini akan dibahas berdasarkan tinjauan ‘biblis’ untuk
lebih mendalami tentang ‘konsep penciptaan’ yang termuat dalam Kitab Suci
Perjanjian Lama, yang diterima sebagai kebenaran objektif yang tak
terbantahkan. Pembahasan dalam makalah ini sebagai berikut: Petama, pengertian (Pendefinisian
Istilah dan Pengertian Umum) ‘konsep penciptaan’. Kedua, tradisi yang mendukung ‘konsep penciptaan’. Ketiga, perbandingan ‘konsep penciptaan’
dalam Kitab Kejadian dengan mitologi Timur Tengah (Mesir dan Babel). Keempat, Konsep Penciptaan sebagai
kebenaran Iman Umat Israel dan Umat Kristiani. Dan daripadanya akan ditarik
suatu Epilog (kesimpulan).
1. Pengertian Konsep Penciptaan
a.
Pendefinisian Istilah
Ada beberapa istilah yang dipakai dalam
Kitab Suci Perjanjian Lama untuk menunjukkan bahwa “manusia” dan “dunia”
dijadikannya oleh Allah (YHWH). Istilah qanah
(memperoleh, mendapatkan, bagi dirinya, mendasari) yasar (membuat: dari tanah seperti tukang periuk, membentuk,
menenun), dan paling sering asah (membuat,
menjadikan, menciptakan), akhirnya: dengan arti yang semata-mata teologis; bara, istilah teknis dari bahasa iman
yang berarti ‘menciptakan’ (kembali), suatu kata dalam Perjanjian Lama yang
hanya dipakai untuk Allah saja, hanya Allah yang menciptakan. Septuaginta
menterjemahkan yasar dengan plassein dan asah dengan poiein.[1]
Penciptaan oleh firman Allah ini nyata juga dalam kata kerja bara, menciptakan.[2] Keunikan
bara ditonjolkannya dengan tegas
penggunaan istilah ktizein (ktizo) sebagai frase yang menunjukkan kegiatan berbudi dan berkehendak,[3]
sedangkan istilah yang dianjurkan oleh alam pikiran Yunani, yakni demiourgein justru dijauhkan dari
pembicaraannya tentang Allah karena istilah ini terlalu dikaitkan dengan
perbuatan yang bersifat kerja-tangan, teknis, bergantung dari materi. Kata
‘penciptaan’ menunjukkan semata-mata kegiatan ilahi dari ‘memulai’,
‘membentuk’, dan ‘membentuk baru’ (Kej 1; Yes 43:1; 45:7), seperti apa yang
diakibatkan dari kegiatan. Penciptaan secara mutlak dihubungkan dengan
keinginan manusia untuk memahami dan mempertanyakan keberadaan mereka: dari
mana mereka berasal, ke mana mereka akan pergi, dan untuk apa,[4]
mereka hidup. Dengan demikian yang ditekankan ialah keutuhan dan keteraturan
dunia yang diciptakan oleh Allah.
b.
Pengertian Umum Konsep Penciptaan
Pencipta (an) Kitab Kejadian (bab 1)
mempergunakan kata Ibrani bara ‘menciptakan’,
suatu kata dalam Perjanjian Lama yang hanya dipakai untuk Allah saja, pasal ini
melukiskan jenis pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh Allah saja, hanya
Allah yang menciptakan. Sedangkan (bab 2) juga menggambarkan penciptaan, tetapi
dengan gaya yang sangat berbeda dengan (bab 1). Bab 2 – 3 mengisahkan sebuah
serita dengan gambaran yang indah berupa lambang dan perumpamaan untuk
mengemukakan kebenaran teologis. Akhirnya, puncak tertinggi dari penciptaan ini
adalah manusia.[5]
Penciptaan ialah suatu ciptaan bukan dari yang telah ada lebih dahulu. Kata
kerja Ibrani bara, ‘membuat’,
‘menciptakan’, kata ini tidak pernah digunakan, tetapi di empat puluh tujuh
kutipan lain dari kata ini termuat, senantiasa dan semata-mata memberitahukan aktivitas ilahi.
Kata penciptaan adalah terjemahan dari
suatu kata kerja Ibrani bara yang
selalu dikenakan hanya pada Allah sebagai subjek yang melakukan aktivitas. Kata
ini paling banyak dan kerap kali mulai dengan penciptaan dunia (Kej 1:1-3) dan
manusia (Kej 1:27:5).[6]
Dalam penjelasan lain ‘penciptaan’ (creation),
adalah tindakan Allah yang dilakukan dalam kebebasan sempurna, membuat ada dari
ketiadaan dan terus-menerus menjaga semua yang ada tetap ada. Kitab Suci lebih
mementingkan akhir karya penciptaan dunia, yang diciptakan demi kemuliaan Allah
dari pada awalnya.[7]
Kitab Kejadian, mulai dengan perkataan “Pada mulanya Allah menciptakan langit
dan bumi”, kemudian menjelaskan cara Tuhan menyelesaikan karya-karya-Nya dalam
waktu 6 (enam) hari. Di dalamnya ditonjolkan: - Tuhanlah pencipta segala
sesuatu tanpa pengecualian – Tuhan sendiri tidak berasal dari semacam khas
abadi – bahwa tidak ada sesuatu apapun dapat ada tanpa Tuhan.[8]
2. Tradisi Yang Mendukung Konsep
Penciptaan
Kitab Kejadian terbagi menjadi dua
bagian besar: pertama, yaitu bab 1-11
berceritera tentang awal terjadinya dunia dan menyangkut seluruh umat manusia. Kedua, bab 12-50 berceritera mengenai
nenek moyang bangsa Israel.[9]
Allah adalah pencipta, yang ada sebelum dan di atas ciptaan-Nya; kepada-Nyalah
bergantung semua ciptaan dan kepada-Nya semua ciptaan akan bertanggung jawab.[10]
Kitab kejadian, bab 1 dan 2, yang menyatukan dua tradisi, yaitu Tradisi Priester/Imam: Kej 1:1-2:4a dan Tradisi Yahwista:
Kej 2:4-25. Arti teologi tentang ‘dari mana’ dan ‘untuk apa’ semuanya yang ada
itu diciptakan, harus digali dari apa yang mau diajarkan melalui jenis sastra
ceritera tersebut.[11]
Kedua sumber ini memberi penjelasannya berbeda dan ditulis pada kurun waktu
yang berbeda pula, karena itu dalam perjalanan waktu keuda tradisi ini
digabungkan oleh redaktur. Kedua sumber inilah yang mendukung konsep tentang
penciptaan alam semesta dan asal usul manusia yang termuat dalam Kitab Suci
Perjanjian Lama. Ciri corak dari kedua sumber tersebut secara singkat dapat
dilihat dalam penjelasannya di bawah ini.
Sumber
Priester/Imam (P) mengunakan sebutan
“Elohim” untuk Allah sampai zaman Musa (Kel 6). Walaupun Karya tradisi P yang
sebenarnya di duga berasal dari masa Pembuangan Babel (tahun 550 SM),
sumber-sumber yang dipergunakan oleh penulis ini berasal dari masa jauh
sebelumnya. Menurut para ahli Kitab Suci, kisah penciptaan (Kej 1:1-2:4a) ini
berasal dari kalangan para Imam. Ia lebih abstrak dan teologis dari pada kisah
berikutnya, Kej 1:4b-25. Teologi sumber priester
memberi perhatian pada ibadat di bait Allah, hukum kekudusan dan perjanjian
Allah yang kekal (Kej 1:17; Kel 14). Pengarang kisah pertama ini bermaksud
mengelompokkan semua makhluk dengan cara yang ditinjau dari segi logika dapat
memuaskan dan yang mencakup segala sesuatu yang dijadikan Allah.[12]
Penulis Priester melestarikan ciri
transendensi Allah dengan menghindari penggambaran Allah secara manusiawi.
Sumber Priester Kej 1:1-2:4a lebih pada pengakuan akan satu-satunya Allah yang
menciptakan-Nya unik dan tak terbandingkan. Awal mula mutlak ditentukan-Nya
melalui Firman-Nya. Pembicaraan-Nya berupa perintah.
Sumber
Yahwista (Y) (Kej 2:4b-25) sumber ini
menyebut Allah dengan nama “Yahwe” sejak awal dan bukan sejak pewahyuan nama
itu kepada Musa (Kel 3:14-15). Sumber Yahwista adalah sumber yang tertua,
berasal dari abad X SM, zaman Raja Daud (thn 1010) dan Raja Salomo (abad ke-10).
Penggambaran Tuhan secara manusiawi dalam tradisi Yahwista memberi ciri yang amat pribadi tentang Allah. Allah
terlibat secara aktif dalam sejarah manusia, khususnya sejarah umat Israel.[13]
Yahwista (Kej 2:4b-4:26) berasal dari zaman raja-raja sekitar (tahun 1000-900
SM) dan dari suatu masyarakat yang terancam oleh bermacam-macam kekerasan.
Tradisi ini menandaskan gambaran seorang Pencipta yang bersifat Penebus, dan
cirinya ini tetap tinggal normatif bagi gambaran Kristiani tentang Allah.[14]
Sering dikatakan bahwa disajikan “kisah penciptaan yang kedua”.[15]
Sumber ini berisi sintesi teologi dan hukum yang kuno dari agama Yahwisme.
3. Perbandingan Konsep Penciptaan
Dengan Mitologi Timur Tengah (Mesir Dan Babel)
Perbandingan antara cerita Alkitab tentang penciptaan
dengan cerita Babel memang memberikan sejumlah kesejajaran, namun hubungan
lahiriah antara kedua cerita itu tidak jelas.[16]
Cerita dalam Kitab Suci membantu karena memberi
gambaran tentang pentingnya penyelenggarahan ilahi pada penulis Kitab Kejadian. Berbeda
dengan mitos-mitos yang hanya diteriman apa adanya. Mitologi
adalah ilmu tentang pengalaman batin dan ibadatnya yang terumus dalam dongeng.
Kej 1-11 merupakan cerminan misteri kehidupan yang dirumuskan dalam mitos.
Kisah-kisah dalam Kej 1:11 itu dipandang sebagai mitos dan bukan sebagai
historis karena jauhnya zaman yang diuraikan dan terlebih karena kesejajaran
dengan pustaka mitologis dunia Timur Dekat Kuno.[17]
Perbedaan konsep dapat diperdebatkan, antara lain adalah konsep penciptaan dan
ceritra kuno, yakni perbedaan penggunaan pola yang
sama dan pokok pemikiran yang sama diantara kisah penciptaan dalam Kitab Suci
dengan mitologi Yunani.[18]
Dapat dikatakan juga bahwa pemahaman orang Israel atas penciptaan itu secara
alamiah memperlihatkan dengan suatu kultur mereka. Keyakinan dan doktrin mereka
(Israel) atas penciptaan, bagaimana pun jauh transendensi Allah dan juga apa
pun konsep dari relasi-Nya ke kosmos amat dipegang teguh sebagai suatu
kebenaran ilahi.[19]
Kisah penciptaan dalam Kejadian (tradisi P dan tradisi Y) dan mitos Babel
(kisah Enuma Ellis dan kisah yang berasal dari Mesopotamia) dapat diberi
perbedaan dan persamaannya sebagai berikut:
Kej 1:1-2:4a (Priester) Enuma
Ellis (lih. ANET 66-69)
roh ilahi menciptakan lewa roh ilahi dan
hal kosmos
firman; segalanya tergantung menyatu sebagai
anasir
dari padanya
abadi
bumi sepi kelam mendalam khaos: perang
dewa-dewi
(=tehum)
Tiamat
hari 1 terang diciptakan terang
muncul dari dewata
2 langit bak tempurung cakrawala
diciptakan
3 bumi kering
bumi kering
4 penerang di langit penerang
di langit
6
manusia diciptakan manusia
7
sabat – berkat dewata
bersukaria
Kej 2:4b-25 (Yahwista) dan kisah yang berasal dari Mesopotamia. Kalau
tradisi Priester bergerak dari jagad raya dan memuncak pada penciptaan manusia
maka tradisi Yahwista mulai dengan kisah penciptaan manusia, dan bagaimana
Allah mengatur alam semesta di sekita manusia. Banyak unsur dari kisah ini
berasal dari ceritera rakyat. Pohon kehidupan baik buruk adalah kisah Babel;
taman indah adalah kisah dari Samaria. Aliran sungai Efrat dan Tigris yang
menyuburkan adalah kisah Babel. Ada juga yang menarik dalam kisah bahwa
kebijaksanaan manusia tidak mempunyai parallel dalam kisah-kisah tersebut.
Kemungkin lain karena kisah ini berasal dari Mesopotamia.[20]
4.
Konsep
Penciptaan Sebagai Kebenaran Iman Umat Israel Dan Umat Kristiani.
Dalam
Kitab Suci terungkaplah keyakinan iman bahwa segala sesuatu – sejauh baik dan
benar sifatnya – berasal dari Allah. Allah menciptakan langit dan bumi creation ex nihilo, yang dimaksud dengan
“langit dan bumi” adalah segala sesuatu (Why 21:1). Kesaksian Alkitab dalam Kej
1 dan 2 itu dimaksudkan sebagai semacam “prakata” dari sejarah perjanjian,
yaitu sejarah yang memuat cerita tentang tindakan Allah dengan Israel.[21]
Allah selaku pencipta langit dan bumi. Allah pertama-pertama sebagai pencipta
langit dan bumi, dan hanya Allah yang adalah sebagai perjanjian dan sejarah
keselamatan dan sebagai Bapa yang maha kuasa.[22]
Penciptaan
dalam Kitab Suci sebagaimana ada sekarang, mulai dengan kisah
penciptaan: “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi” (Kej 1:1). Tetapi
Kitab Suci tidak sekali jadi. Bagian-bagian awal malah ditulis lebih kemudian.
Pengalaman iman umat Israel tidak mulai dengan penciptaan atau kemakhluman,
melainkan dengan panggilan Abraham. Dan kisah penciptaan merupakan refleksi
atas misteri mansuia yang dikasihi oleh Allah. Allah menciptakan dunia,
khususnya manusia, untuk memulai sejarah penyelamatannya. Penciptaan adalah
awal penyelamatan. Hanya Allah yang menciptakan, menyelamatkan dari maut,
sebagaimana hanya Allah yang menyelamatkan.[23]
“Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi” (Kej 1:1). Kitab Suci di
membuka dengan kata-kata meriah ini. Pengakuan iman mengambil kata-kata ini,
dengan mengakui Allah, Bapa yang mahakuasa itu, sebagai “pencipta langit dan
bumi” yang menciptakan “segala sesuatu yang kelihatan dan tidak kelihatan.”[24]
Allah diyakini sebagai pencipta tunggal. Allah pencipta: umumnya semua yang
percaya kepada Allah melihat-Nya sebagai sumber segala sesuatu yang baik di
alam ini. Maka Ia disebut pencipta. Jelas orang Kristen percaya akan Allah
sebagai pencipta.[25]
Bagi orang beriman Kristiani, sang pencipta adalah Yang – Mahaesa dan dengan
perantaraan Sabda-Nya semua diciptakan.
Teologi
segala masa berpegang teguh, bahwa segala sesuatu diciptakan Allah dan dengan
demikian menolak segala bentuk pandangan yang bertentangan tentang paham
penciptaan. Terutama mitologi Timur Tengah (Babel dan Mesir). Walaupun secara
gamblang memberi keterangan perbedaan dan persamaan, namun kisah penciptaan
yang termuat dalam Kitab Kejadian adalah kisah kebenaran obyektif yang tidak
dapat dibantah lagi. Semua pada dasarnya diciptakan baik (Kej 1:4, 10, 12, 18,
21, 25, 31). Ringkasan akhir (ayat 31). Dengan menciptakan dunia, Allah sejak
semula memaksudkan keselamatan manuisa. Puncak ciptaan adalah manusia yang
dipanggil Tuhan untuk menjawab cinta ilahi kepadanya (Kej 1:26-28). Semakin
manusia mengikut-sertakan seluruh eksistensinya dan dunianya itu sebagai
jawaban pribadinya, maka semakin besarlah kemuliaan Allah, Sang Pencipta. Iman
dan teologi tidak mengutamakan keterangan tentang awal mula alam semesta. Bagi
orang beriman, yang penting adalah bahwa Allah menciptakan alam semesta secara
bebas untuk memungkinkan hubungan kasih antara Allah sebagai Sang Pencipta dan
makhluk-makhluk ciptaan-Nya.[26]
Epilog
Ada
banyak istilah digunakan untuk menjelaskan ‘konsep penciptaan’. Penciptaan
ialah suatu ciptaan bukan dari yang telah ada lebih dahulu. Kata kerja Ibrani ‘bara’ ditempatkan untuk menjelaskan perbuatan ilahi
yakni membuat atau menciptakan. Kisah
penciptaan yang termuat dalam Kitab Suci didukung oleh dua tradisi yakni
tradisi Priester (P) dan Tradisi Yahwista (J). Kedua tradisi ini masing-masing menggambarkan
penciptaan alam semesta dan manusia. Di lain pihak tradisi itu mendapatkan
argumentasi dari beberapa kisah yang ada di Timur Tengah kuno. Walaupun
kisah-kisah itu disebut sebagai mitos yang mengandung unsur batiniah. Kisah
dalam Kitab Suci ialah sebagai pengalaman iman umat Israel dan umat manusia
seluruhnya. Oleh karena itu mengandung unsur kebenaran yang tidak bisa
dibantah. Umat Israel dan umat kristiani mengakui bahwa hanya ada satu Allah
sejak semula, Dia-lah yang menciptakan alam semesta dan manusia dari kebaikan
dan
[1]Dr. Nico Syukur Dister, OFM, Teologi Sistematika 2, (Yogyakarta: Kanisius.
2004), hal. 42.
[2] Dr. Harun Hadiwijono dkk
(Penterjemah), Tafsir Alkitab Masa Kini 1
Kejadian-Ester, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih. 1976), hal. 47.
Judul Asli: the new BibleCommentary- revised (Inter-Varsity Press. 1976)
[3] Xavier Leon – Dufour, Ensiklopedi Perjanjian Baru,
(Yogyakarta: Kanisius. 1990), hal. 192. Kata Penciptaan dalam bahasa Yunani ktisis (dari ktizo: mendirikan, mengadakan, membangun, menciptakan) dalam bahasa
Ibrani bara.
[4] Wolfgang Beinert and Francis
Schussler Fiorenza (Edt), Handbook of
Cahtolic Theology, (New York: The Crossroad Publishing Company. 1995), hal.
133.
[5] Adolf Heuken SJ, Ensiklopedi Gereja, (Jakarta: Yayasan
Cipta Loka Caraka. 2005), hal. 165-166.
[6]John E. Steinmueller, S.T.D.,
S.S. ScRL & Cathryn Sullivan, R.S.C.J., Ph. D. Catholic Biblical Encyclopedia Old Testament, (New York City:
Printed in the United States of America. 1956), hal. 244-245.
[7]Gerald O’Collins, SJ & Edward
G. Farrugian, SJ, Kamus Teologi,
(Yogyakarta: Kanisius. 1996), hal. 240.
[8]Prof. Dr. P. Janssen CM, Teologi, (Institusi Pastoral Indonesia
Malang. 1993), hal. 64.
[9]Lih. Pengantar Kitab Suci
Perjanjian Lama I ([LAI-LBI]), (Percetakan Arnoldus: Ende. 1975), hal. 15.
[10]Houston, J. M. 1980, I Believe in the Creator, (Grand
Rapids), hal, 220.
[11]Adolf Heuken SJ, Op. Cit. hal.166.
[12]Lih. Catatan Kaki Kitab Suci
Katolik ([LAI-LBI], Percetakan Arnoldus: Ende. 2008), hal. 26.
[13]Dianne Bergant, CSA & Robert
J. Karis, OFM, Tafsir Alkitab Perjanjian
Lama (Yogyakarta: Kanisius. 2002), hal. 32.
[14]Dr. Nico Syukur Dister, OFM, Op. Cit, hal. 43-44.
[15]Lih. Catatan kaki Kitab Suci
Perjanjian Lama I, Op. Cit. hal. 29.
[16]Dr. R. Soedarmo dkk (Tim
Penerjema), Ensiklopedi Alkitab Masa Kini
Jilid 1 A-L, (DKI Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih.2013), hal. 214.
Judul Asli: The New Bible Dictionary
(Inter-Vatsity Press. 1988).
[17]Surip Stansilaus OFM CAP, Harmoni Kehidupan, (Yogyakarta:
Kanisius. 2008), hal. 14.
[18]Joseph Blenkinsopp, The Pentateuch: An Introduction To The First
Five Books Of The Bible, (United States of America. 1992), hal. 56.
[19]Patrick A. O’Boyle. D.D New Catholic Encyclopedia Volume IV,
(The Catholic University, Washington, D.C, 1967), hal. 96.
[20] St. Darmawijaya Pr. Pentateuk atau Taurat Musa LBI,
(Yogyakarta: Kanisius. 1992), hal. 31-32.
[21] Dr. Nico Syukur Dister OFM. Pengantar Teologi, (Yogyakarta: Kanisius.
1991), hal, 42.
[22] Piet Schoonenberg, S.J. Convenant and Creation, (University Of
Notre Dame Press. 1969), hal. 54.
[23]Draf Pertama, IMAN KATOLIK, Buku Pegangan Lengkap
Sederhana, (Komisi Kateketik KWI September. 1994), hal. 115.
[24] Katekismus Gereja Katolik (KGK)
Pasal 4: Allah Pencipta no 279 (Arnoldus:
Ende. 1995), hal. 104.
[25]Buku Iman Katolik, Konferensi
Waligereja Indonesia, (Yogyakarta: Kanisius. 1996), BAGIAN KEDUA ALLAH DAN
AGAMA: Poin III Allah Pencipta.
[26]A. Heuken SJ, Op. Cit, hal. 166.